Bangkit dari Trauma Masa Kecil




Semenjak kecil hidupku di Desa serta sekolah di Desa sampai SMA di ibu kota Kecamatan. Desa kami namanya Desa Nalela serta SD de desa itu. Saya Sekolah di Siraituruk yang cukup jauh dari desa kami serta SMA di Porsea, Toba, Sumut. 

Saat saya kecil hidup saya riang senang serta suka sepakbola. Saya bahagia sebab anak kecintaan orangtua. Tapi, ada trauma yang belum pernah saya lupakan sampai saat ini yakni di Desa kami ada seorang ibu yang benar-benar baik bunuh diri.

Pada pagi hari saya mengantarkan kerbau ke kebun serta beredar kabar jika ibu sang Anu wafat sebab bunuh diri. Bunuh diri mengapa?. Hal yang sangat mencengangkan ialah ibu itu bunuh diri walau sebenarnya mertuanya yang perempaun wafat di tempat tinggalnya. 

Kenapa seorang ibu yang mertuanya lagi wafat bunuh diri?. Kabar itu benar-benar ironis. Sebab ibu itu juga sedang menyusui anaknya paling kecil (seingatku anak ke-5). Bagimana anak yang menyusui bunuh diri serta mayat mertaunya yang perempaun masih di tempat tinggalnya?.

Di desa kami itu pendapatan penduduknya saat itu bertani sawah. Warga menanam padi di sawah. Ibu itu menanam padi serta mempunyai kebun nenas yang benar-benar luas. Saya ingat benar, kebun nenasnya tepat di samping kebun singkong kami. Ibu itu mempunyai banyak anjing untuk jaga pohonnya. 

Bila saya tiba ke kebun nenasnya, anjingnya menggonggong serta didiskusikan ke anjingnya jangan digonggong, karean saya saudaranya. Iya, ibu itu sama marganya dengan ibu kandungku. 

Jadi, kami saudara. Sebab saudara, karena itu bila saya di tempat singkong kami yang di sekelilingnya tempat kerbau kami merumput, karena itu seringkali sekali nenas-nenas yang kecil serta benar-benar manis buat saya makan. Nenasnya kecil, tetapi paling manis. Suka sekali memberikan nenasnya pada kami. Serta, tetap memperingatkan supaya turut jaga kebun nenasnya.

Kebun nenasnya yang berdampingan dengan tempat singkong kami yang dikelilingi bentangan yang sangat luas terkadang mencekam. Sebab di bentangan yang sangat luas itu jarang-jarang orang. Bentangan kebun kami itu banyak pula lemabah-lembah. Lembah yang benar-benar dalam itu ada sawah kami. 

Mengenal Tipikal Ayam Dalam Sabung Ayam Online

Menurut kepercayaan warga di lembah yang dalam itu ada setan (begu). Lembah itu namanya Lombang Parpittuan. Di Lembah itu banyak burung-burung yang dapat dicari dengan memakai anjing serta di lempar gunakan kayu yang dibikin dengan cara khusu.

Satu sore saya serta abangku menjem[put kerbau serta sekaligus juga memburu burung. Anjing kami telah melonjak serta tangkap burung, tapi mendadak abangku menjerit serta menyebutkan jika abangku lihat setan (begu). 

Saya melonjak dari pematang sawah serta kami pulang dari lembah itu. Kami mendaki dari lembah itu dengan jalan yang berliku. Pojok elevasi gunung itu seputar 75 derajat. Jalan setapak tidaklah sampai 1 m. Ketakutan serta sesak nafas naik dari lembah yang terjal itu. 

Dengan hamper kehabisan nafas, kami datang di tanah yang datar serta kami ingin duduk istirahat. Rupanya ulat yang maha besar mengaga di samping kami. Ular itu sangat panjang serta saya lihat ular itu menjulurkan lidahnya.

Kami terus lari memburu rumah ibu yang bunuh diri itu. Ia memeluk saya serta abangku serta meletakkan beras ke kepala kami. Beras yang diberi itu namanya sang pir ni tondi (kepercayaan di desa kami). Saat beras sang pir ni tondi itu ditabur di ke kepala kami rasa-rasanya lega. Aksi ibu benar-benar tertanam dalam hati serta pemikiran kami. Kami benar-benar bangga serta berasa terproteksi. Tempat tinggalnya memang sendiri ditengah-tengah bentangan rimba yang teramat luas.

Selang beberapa saat ibu yang benar-benar baik itu bunuh diri dengan toksin tanaman. Kenapa ibu itu melakukan?. Menurut narasi, beberapa penetua tradisi keluarganya rapat malam hari. Pokok rapat itu ialah acara tradisi untuk mertuanya yang wafat. Narasi yang tersebar saat itu jika acara tradisi harus acar yang margondang (acara beberapa alat music tradisionil Batak). 

Bila acara tradisi sebelum penguburan gunakan "gondang" karena itu habiskan ongkos yang tinggi. Ibu itu menampik sebab menganggap tidak mampu untuk lakukan tradisi sebelum penguburan dengan gondang. Menurut info, faksi tetua tradisi memaksa sebab posisi sosial mertuanya harusnya gunakan gondang.

Bila tradisi gunakan gondang saat biayanya tinggi sebab multiple efec. Diantaranya harus mempunyai uang untuk dibagi-bagi ke keluarga yang tiba serta harus memangkas kerbau yang lumayan mahal. Bila tidak gunakan gondang karena itu acara tradisi dapat tambah murah.

Semua masyarakat desa kami trauma dengar itu. Kakak saya yang saat itu telah menikah ke wilayah lain tiba untuk menyaksikannya. Dari semua pelosok tiba lihat tragedy itu. Kakak saya yang kukenal tegar serta arif, menjerit mengagumkan. Kemungkinan, sebab riwayat kebun kami berdampingan. Terkadang, petani itu suka bercakap sesudah capek kerja. Sampai sekarang, meskipun telah hamper 40 tahun lalu insiden itu saya masih trauma.

Belajar dari trauma itu, saya tetap bicara pada kesemua orang, komune serta organisasi supaya membuat ketentuan yang menhidupkan. Ketentuan itu hidupkan, bukan memperberat sampai ada yang bunuh diri. Tetua tradisi yang memaksakan harus "margondang" yang memunculkan ongkos tinggi untuk acara tradisi penyemayaman membuat ibu yang benar-benar baik itu bunuh diri. 

Efeknya sekarang ialah anaknya yang pertama stress pulang dari rantau serta telah wafat. Anak pertama kalinya itu orang yang benar-benar baik serta temanku bermain bola ke wilayah lain. 

Biasanya, kami menang bermain bola menantang desa lain. Kecuali anak pertama wafat sebab stress, anaknya yang keempat stress sesudah dewasa serta telah wafat.

Sampai sekarang ini ada banyak beberapa aturan tradisi, organisasi yang memperberat tanpa ada mengetahui kehadiran warga tradisi serta anggota organisasi atau anggota komune. Mengharap dari narasi ini kita mempunyai kepekaan sosial sebab dapat berefek benar-benar mengerikan. Sebaiknya, tetua tradisi atau pengurus organisasi memberikan keadilan untuk satu suka ria.